Dengan pandemi coronavirus disease (COVID-19) yang masih menjadi perhatian utama, strategi ketahanan (resilience) masih akan menjadi fokus utama, termasuk untuk rantai pasokan. Namun pada kenyataannya, harus ada keseimbangan antara resilience (ketahanan), agility (kelincahan), sustainability (keberlanjutan), continuity (kontinuitas), cost (biaya), dan efficiency (efisiensi). Penekanan berlebihan pada satu filosofi sama saja artinya membuat perusahaan rentan terhadap risiko kehilangan yang besar ketika waktu dan situasi lingkungan bisnis menuntut adanya respon perubahan yang cepat. Ini merupakan salah satu prinsip utama yang harus dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan strategi rantai pasokan. Dapat dikatakan, hal ini juga merupakan pelajaran utama yang harus benar-benar direnungkan oleh industri rantai pasokan dari pandemi COVID-19.
Resilience
Survei Gartner’s Weathering the Supply Chain Storm terhadap 236 profesional rantai pasokan menunjukkan bahwa hanya sekitar 21% pemimpin industri yang meyakini bahwa rantai pasokan mereka saat ini memiliki ketahanan tinggi, sedangkan 55% lainnya berharap dapat mengembangkan karakteristik tersebut dalam dua hingga tiga tahun ke depan (Gartner, 2020).
Black swan dari Rantai Pasokan di Era Pandemi
Selama ini resilienceatau ketahanan hanyalah sebuah aspek umum dari rantai pasokan yang jarang ditempatkan di tengah sorot utama pembahasan. Tidak sampai 1 dekade terakhir hingga serangan pandemi coronavirus disease (COVID-19) yang melanda sejak tahun 2020. Bagaikan black swan, ketahanan menjadi isu yang tidak dapat dipinggirkan ketika membahas hal-hal yang berkaitan dengan logistik dan rantai pasokan di tengah pandemi COVID-19.
COVID-19 dan rantai pasokan.
Seperti yang kita semua tahu, guncangan yang dibawa oleh COVID-19 sangatlah parah untuk rantai pasokan dunia. Di tengah guncangan besar ini, “resilience” menjadi topik yang hangat didiskusikan, baik itu sebagai aspek penting yang ‘dilupakan’ banyak organisasi dunia ketika membangun strategi rantai pasokan mereka, maupun sebagai aspek penting dalam pengembangan strategi dan infrastruktur pemulihan rantai pasokan seluruh organisasi di dunia.
Nyatanya, membangun resilience atau ketahanan memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Tidak banyak organisasi yang mampu mengamankan jaringan pasokannya tanpa terguncang oleh COVID-19. Namun, Flex menjadi salah satu perusahaan elektronik dunia, yang memiliki 10.000 vendor produksi di China, yang mampu melakukannya. Di saat COVID-19 masih menjadi epidemi di China, Flex dengan sigap mengambil langkah-langkah preventif yang memperhitungkan kemungkinan dampak terburuk yang akan dialami jika COVID-19 menjadi pandemi dan menyebar ke seluruh dunia.
Penemuan Kembali
Reinvention (penemuan kembali) menjadi hal yang ramai dibahas setelah pandemi COVID-19 melanda. Reinvention yang dimaksud adalah bahwa pandemi ini telah mengubah pola hidup masyarakat dunia, sehingga berbagai hal mulai dari bisnis hingga pemerintahan, termasuk rantai pasokan global, perlu mempersiapkan diri akan hal yang disebut ‘New Normal’. Dilansir Material Handling & Logistic (1/6/20), Jim Tompkins, ketua Tompkins International dan salah satu konsultan rantai pasokan terkemuka menyampaikan bahwa, setiap perusahaan perlu mengembangkan buku pedoman keberhasilan dan proses reinvention sebagai panduan selama masa pandemi. Proses reinvention membutuhkan level kepemimpinan tim rantai pasokan yang bahkan lebih tinggi dari dari pada sebelumnya. Merujuk pada istilah Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA), masa pandemi saat ini telah membawa tingkat VUCA yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global, dimana proses reinvention mengharuskan perusahaan untuk mengejar strategi berdasarkan VUCA 2.0 (Vision, Understanding, Courage and Adaptability) (Blanchard, 2020).
COVID-19: Desakan Restrukturisasi
Sejak ditetapkan sebagai darurat kesehatan global atau pandemi pada bulan Maret 2020, tindakan pencegahan, penanganan, dan penanggulangan transmisi coronavirus disease (COVID-19) tidak henti dilakukan oleh berbagai pihak di berbagai level dan berbagai bidang. Krisis ini memberikan dampak yang beragam tidak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga di berbagai bidang lainnya, tidak terkecuali bidang manajemen logistik dan rantai pasokan (MLRP). Memasuki bulan Mei 2020, di level global fokus pembahasan MLRP berkutat pada isu ‘bagaimana struktur rantai pasokan global akan berubah paska krisis ini, sekarang dan nanti’.