Penemuan Kembali
Reinvention (penemuan kembali) menjadi hal yang ramai dibahas setelah pandemi COVID-19 melanda. Reinvention yang dimaksud adalah bahwa pandemi ini telah mengubah pola hidup masyarakat dunia, sehingga berbagai hal mulai dari bisnis hingga pemerintahan, termasuk rantai pasokan global, perlu mempersiapkan diri akan hal yang disebut ‘New Normal’. Dilansir Material Handling & Logistic (1/6/20), Jim Tompkins, ketua Tompkins International dan salah satu konsultan rantai pasokan terkemuka menyampaikan bahwa, setiap perusahaan perlu mengembangkan buku pedoman keberhasilan dan proses reinvention sebagai panduan selama masa pandemi. Proses reinvention membutuhkan level kepemimpinan tim rantai pasokan yang bahkan lebih tinggi dari dari pada sebelumnya. Merujuk pada istilah Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA), masa pandemi saat ini telah membawa tingkat VUCA yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global, dimana proses reinvention mengharuskan perusahaan untuk mengejar strategi berdasarkan VUCA 2.0 (Vision, Understanding, Courage and Adaptability) (Blanchard, 2020).
Digitalisasi
Isu terhangat selanjutnya adalah dalam hal teknologi digital dan kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI). Dilansir dari MHL News pada tanggal 4 Juni 2020, menurut Tinglong Dai, profesor asosiasi manajemen operasi dan analisis bisnis di Sekolah Bisnis Johns Hopkins Carey, supply chain resiliency sangat penting untuk menghadapi krisis, sementara para pemimpin sedang mengevaluasi bagaimana mengelola risiko ini ke depannya. Selain itu, alat yang penting untuk mengelola risiko terhadap dampak pandemi saat ini yaitu dengan meggunakan teknologi digital dan kecerdasan buatan artificial inteligence (AI) (MH&L, 2020). Oleh karena itu, dengan pengembangan alat dan solusi yang lebih baru dan inovatif, banyak proses manajemen rantai pasokan dapat diotomatisasi dan ditingkatkan dalam mengoptimalkan produksi (Smith, 2020).
Hal penting yang menjadi kunci dalam membangun resilient global supply chain yaitu, dengan mengenali bahwa rantai pasokan jaringan (network supply chain) merupakan pasar global dengan pembeli maupun pemasok dari seluruh dunia yang berinteraksi secara dinamis. Menurut direktur riset di ABI Research, Dimitris Mavrakis, pandemi COVID-19 dalam tiga bulan terakhir ini telah mencapai penggunaan digitalisasi. Digitalisasi yang cepat ini sangat mendorong untuk rantai pasokan global di industri apa pun. Adapun inti dari pasar global ini adalah fleksibilitas yang ditawarkan oleh rantai pasokan yang beragam (Baldock, 2020).
Geopolitik dan Teknologi
Dari sisi geopolitik dan inovasi teknologi, berdasarkan survei para ahli GeoTech Center dijelaskan bahwa, banyak negara khususnya pada rumah sakit mereka yang terdisrupsi karena bergantung pada China untuk mendapatkan pasokan, seperti adanya kekurangan yang signifikan pada alat tes dan alat pelindung diri (APD). Kemudian, pergeseran geopolitik tersebut mengarah pada isolasionisme dan pembatasan perdagangan. Hal ini tentunya akan memperburuk rantai pasokan. Maka dari itu, dengan memahami koneksi global, risiko, dan peluang, mengharuskan pembuat kebijakan untuk segera menggarap berbagai proyek percontohan untuk keberhasilan dalam memperluas gagasan global (Limbago & Scott, 2020). Dampak lain dari pandemi ini meyebabkan peningkatan biaya komponen pada perusahaan elektronik, karena banyak perusahaan yang sangat bergantung pada rantai pasokan global, sehingga tidak mampu untuk memenuhi pesanan pelanggan mereka (McCrea, 2020). Selain itu, pada distribusi obat-obatan antiretroviral, produsen menghadapi masalah logistik yang dapat mengindikasikan potensi disrupsi dalam beberapa bulan ke depan. Oleh karena itu setiap negara harus mengidentifikasi tingkat risiko untuk stok semua obat antiretroviral tersebut (UNAIDS, 2020).