MLRP Quarterly merupakan salah satu program dari Bidang Kajian Manajemen Logistik dan Rantai Pasok Laboratorium Manajemen FEB UGM yang sudah berjalan sebanyak empat kali. Kegiatan ini meliputi pemaparan dan diskusi terkait isu logistik dan rantai pasokan. Pada MLRP Quarterly series #4 ini membahas mengenai supply planing yaitu management sourcing terutama yang ada pada Unilever. Berikut pemaparan materi dari narasumber.
Sourcing adalah bagian dari procurement, dengan tujuan untuk memastikan kebutuhan dari organisasi/ perusahaan dengan menentukan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan perusahaan.
Untuk produk sikat gigi, Unilever hanya mendistribusi dan menjual, dan produknya sendiri diproduksi dari luar negeri (China dan India). Sikat diimpor dari India karena Unilever sudah mengenal dengan baik perusahan produsen sikat gigi tersebut, dan merasa bahwa waste yang dihasilkan juga lebih sedikit. Selain itu, perusahaan dari India tersebut memproduksi dalam jumlah banyak (high production capacity), dan membuat cost per product menjadi rendah (low manufacturing cost). Produsen ini juga tidak menjadi supplier Unilever Indonesia saja, tetapi juga untuk Unilever di negara-negara lain.
Setelah terjadi pandemi, pemerintah India menerbitkan peraturan pelarangan penggunaan plastic tray dan plastic wrap yang berdampak pada meningkatnya biaya dari sikat gigi premium Unilever yang diproduksi di India. Hal ini menyebabkan Unilever di Indonesia yang melakukan produksi toothbrush handle. Hal ini juga berdampak pada percepatan waktu yang dibutuhkan selama proses distribusi. Terdapat frozen period planning, di mana di rentang waktu tersebut jumlah demand produk tidak boleh berubah dikarenakan di waktu tersebut sedang dilakukan distribusi produk dari luar negeri. Sedangkan semenjak berubah menjadi local production, frozen period time yang sebelumnya memerlukan waktu sekitar 3 minggu menjadi hanya 3-5 hari saja.
Pada procurement cost savings dan JIT (just in time) supply chain bukanlah prioritas utama, tetapi fokusnya saat ini adalah ke mitigasi risiko terhadap stok kosong. Salah satu cara termudah untuk mengurangi risiko adalah meningkatkan safety stock, tetapi ini juga berdampak pada meningkatnya cost, dan hal ini yang menjadikan pilihan local production lebih disukai. Cara lain adalah dengan memiliki back-up supplier. Cara lainnya adalah dengan bekerja sama dengan divisi marketing. Sourcing tidak melulu di divisi supply chain agar jika produk A memiliki stok yang tinggal sedikit, maka dapat meminta marketing untuk mempromosikan produk lain yang masih banyak.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan transisi supplier:
- Identifikasi risiko dari awal, ada technical risk assessment yang bekerja sama dengan divisi lain seperti R&D. Memastikan bahwa benefit dari melakukan risk assessment lebih besar dari cost yang ditimbulkan.
- Memastikan bahwa tidak ada periode stok kosong dalam masa transisi untuk memastikan kelancaran proses produksi selama masa transisi.
- Memegang kendali dalam hubungan dengan supplier juga penting agar tidak merugikan salah satu pihak.
- Komunikasi yang jelas untuk meminimalisir terjadinya kesalahpahaman dengan supplier.
- Pemilihan waktu dan skala yang tepat yang disesuaikan dengan workload, inventory cut-in, dan major event yang ada pada time horizon perusahaan.