• Tentang UGM
  • Tentang FEB UGM
  • Logistics Performance Index
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Gambaran Singkat
    • Misi Bidang Kajian MLRP
    • Visi Bidang Kajian MLRP
    • Arah Riset dan Kajian
  • Program dan Kegiatan
    • MLRP Research Club
    • MLRP DataBase
    • MLRP Update
    • MLRP Quarterly
    • MLRP Thesis of The Year
    • MLRP Research
  • Kontak
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • MLRP Update
  • Kenormalan Baru Rantai Pasokan

Kenormalan Baru Rantai Pasokan

  • MLRP Update
  • 11 September 2020, 19.49
  • Oleh: triaputri95
  • 0

Penemuan Kembali

Reinvention (penemuan kembali) menjadi hal yang ramai dibahas setelah pandemi COVID-19 melanda. Reinvention yang dimaksud adalah bahwa pandemi ini telah mengubah pola hidup masyarakat dunia, sehingga berbagai hal mulai dari bisnis hingga pemerintahan, termasuk rantai pasokan global, perlu mempersiapkan diri akan hal yang disebut ‘New Normal’. Dilansir Material Handling & Logistic (1/6/20), Jim Tompkins, ketua Tompkins International dan salah satu konsultan rantai pasokan terkemuka menyampaikan bahwa, setiap perusahaan perlu mengembangkan buku pedoman keberhasilan dan proses reinvention sebagai panduan selama masa pandemi. Proses reinvention membutuhkan level kepemimpinan tim rantai pasokan yang bahkan lebih tinggi dari dari pada sebelumnya. Merujuk pada istilah Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA), masa pandemi saat ini telah membawa tingkat VUCA yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global, dimana proses reinvention mengharuskan perusahaan untuk mengejar strategi berdasarkan VUCA 2.0 (Vision, Understanding, Courage and Adaptability) (Blanchard, 2020).

Digitalisasi

Isu terhangat selanjutnya adalah dalam hal teknologi digital dan kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI). Dilansir dari MHL News pada tanggal 4 Juni 2020, menurut Tinglong Dai, profesor asosiasi manajemen operasi dan analisis bisnis di Sekolah Bisnis Johns Hopkins Carey, supply chain resiliency sangat penting untuk menghadapi krisis, sementara para pemimpin sedang mengevaluasi bagaimana mengelola risiko ini ke depannya. Selain itu, alat yang penting untuk mengelola risiko terhadap dampak pandemi saat ini yaitu dengan meggunakan teknologi digital dan kecerdasan buatan artificial inteligence (AI) (MH&L, 2020). Oleh karena itu, dengan pengembangan alat dan solusi yang lebih baru dan inovatif, banyak proses manajemen rantai pasokan dapat diotomatisasi dan ditingkatkan dalam mengoptimalkan produksi (Smith, 2020).

Hal penting yang menjadi kunci dalam membangun resilient global supply chain yaitu, dengan mengenali bahwa rantai pasokan jaringan (network supply chain) merupakan pasar global dengan pembeli maupun pemasok dari seluruh dunia yang berinteraksi secara dinamis. Menurut direktur riset di ABI Research, Dimitris Mavrakis, pandemi COVID-19 dalam tiga bulan terakhir ini telah mencapai penggunaan digitalisasi. Digitalisasi yang cepat ini sangat mendorong untuk rantai pasokan global di industri apa pun. Adapun inti dari pasar global ini adalah fleksibilitas yang ditawarkan oleh rantai pasokan yang beragam (Baldock, 2020).

Geopolitik dan Teknologi

Dari sisi geopolitik dan inovasi teknologi, berdasarkan survei para ahli GeoTech Center dijelaskan bahwa, banyak negara khususnya pada rumah sakit mereka yang terdisrupsi karena bergantung pada China untuk mendapatkan pasokan, seperti adanya kekurangan yang signifikan pada alat tes dan alat pelindung diri (APD). Kemudian, pergeseran geopolitik tersebut mengarah pada isolasionisme dan pembatasan perdagangan. Hal ini tentunya akan memperburuk rantai pasokan. Maka dari itu, dengan memahami koneksi global, risiko, dan peluang, mengharuskan pembuat kebijakan untuk segera menggarap berbagai proyek percontohan untuk keberhasilan dalam memperluas gagasan global (Limbago & Scott, 2020). Dampak lain dari pandemi ini meyebabkan peningkatan biaya komponen pada perusahaan elektronik, karena banyak perusahaan yang sangat bergantung pada rantai pasokan global, sehingga tidak mampu untuk memenuhi pesanan pelanggan mereka (McCrea, 2020). Selain itu, pada distribusi obat-obatan antiretroviral, produsen menghadapi masalah logistik yang dapat mengindikasikan potensi disrupsi dalam beberapa bulan ke depan. Oleh karena itu setiap negara harus mengidentifikasi tingkat risiko untuk stok semua obat antiretroviral tersebut (UNAIDS, 2020).

[Hubungi kami untuk mendapatkan bacaan selengkapnya]

Tags: COVID-19 digitalization new normal Resilience restrukturisasi supply chain

Leave A Comment Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Postingan Terbaru

  • OPSID X MLRP: Predicting circular economy practices of Small-Medium Enterprises (SMEs) in Indonesia: the role of supply chain finance and business survivability
  • BK MLRP X Ekonomi Sirkular ID: Peran Sonjo Dalam Darurat Sampah Jogja
  • Kondisi Logistik Indonesia 2023: Tantangan yang Dihadapi dan Upaya Peningkatan
  • Ketahanan dan Integrasi Rantai Pasok: Konsolidasi Jasa Pengiriman dan Logistik FedEx
  • Bagaimana ChatGPT Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok di Masa Depan?

MLRP Summary

  • Management Forum: Sustainability Series | Episode 2: Sustainability in Business and Supply Chain

MLRP Focus

MLRP Update

  • BK MLRP X Ekonomi Sirkular ID: Peran Sonjo Dalam Darurat Sampah Jogja
  • Kondisi Logistik Indonesia 2023: Tantangan yang Dihadapi dan Upaya Peningkatan
  • Ketahanan dan Integrasi Rantai Pasok: Konsolidasi Jasa Pengiriman dan Logistik FedEx
Universitas Gadjah Mada

Gedung Pertamina Tower Lt. 4, Jl. Sosio Humaniora No. 1, Bulaksumur

(0274) 548510

mlrp.feb@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju