• Tentang UGM
  • Tentang FEB UGM
  • Logistics Performance Index
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Gambaran Singkat
    • Misi Bidang Kajian MLRP
    • Visi Bidang Kajian MLRP
    • Arah Riset dan Kajian
  • Program dan Kegiatan
    • MLRP Research Club
    • MLRP DataBase
    • MLRP Update
    • MLRP Quarterly
    • MLRP Thesis of The Year
    • MLRP Research
  • Kontak
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • supply chain
  • supply chain
  • hal. 2
Arsip:

supply chain

Aktivitas Rantai Pasokan: Mulai Beradaptasi

MLRP Update Friday, 11 September 2020

Situasi Baru

Tanggal 2 April 2020, beberapa perusahaan di berbagai negara mulai menyatakan akan membangun kembali rantai pasokan mereka yang sempat terganggu akibat pandemi yang terjadi, hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan di seluruh dunia mulai mengumumkan kembali mengenai aktivitas produksinya. Sedikit berlawanan dengan yang terjadi di Indonesia dimana pandemi yang terjadi baru saja akan dimulai. Sejak Pemerintah Indonesia mengonfirmasi bahwa terdapat dua kasus Virus Corona (COVID-19) pada tanggal 2 Maret 2020 lalu, penyebaran Virus Corona terus meningkat menjadi sebanyak 1.677 kasus infeksi per Kamis, 2 April 2020. Dalam sejumlah kasus tesebut, 157 pasien meninggal dunia dan 103 pasien telah dinyatakan sembuh (http://worldometers.info).

Pada bulan ini khususnya, beberapa strategi dan kebijakan preventif terus dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meminimalkan risiko penyebaran Virus Corona, diantaranya yang paling umum ialah mengenai kebijakan social distancing, WFH (Work from Home) serta belajar dari rumah yang telah diberlakukan sejak tanggal 16 Maret 2020 lalu. Keputusan ini juga mengikuti panduan dari berbagai badan termasuk WHO dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) yang telah mengeluarkan saran untuk mencegah penyebaran COVID-19 lebih lanjut. Selain itu, mereka merekomendasikan untuk menghindari bepergian ke daerah-daerah berisiko tinggi, kontak dengan orang-orang yang memiliki gejala, dan konsumsi daging dari daerah dengan wabah COVID-19 yang terkonfirmasi. Langkah-langkah kebersihan tangan dasar juga dianjurkan, termasuk sering mencuci tangan dan penggunaan APD seperti masker wajah (Sohrabi et al., 2020).

Menurut World Bank East Asia and Pacific Economic dalam laporannya bahwa negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik, yang tengah berjuang meghadapi ketegangan perdagangan internasional (trade tension) dan COVID-19, sekarang dihadapkan pada guncangan ekonomi global ketika pandemi melanda ekonomi-ekonomi utama di dunia, sehingga dalam laporan tersebut juga merekomendasikan beberapa kebijakan untuk negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik.

Pada tanggal 3 April 2020, menurut Safitri dalam tulisannya yang dimuat pada supplychainindonesia.com, menyatakan bahwa hal mendasar yang perlu dilakukan adalah membuat aturan terkait mekanisme operasional dari layanan, meliputi: jam kerja pegawai, pendefinisian peran akses, serta kebijakan keamanan informasi, serta melatih pekerja untuk menjalankan aturan formal yang ditetapkan. Selain itu, identifikasi fungsi esensial maupun pemasok yang menunjang proses bisnis atau layanan tersebut. Identifikasi ini dilakukan dengan monitoring keamanan terhadap fungsi esensial serta memastikan bahwa kelangsungan rantai pasok terhadap fungsi esensial tersebut dapat berjalan, melakukan penilaian secara berkelanjutan mengenai kesiapan layanan dalam menghadapi perubahan proses bisnis serta dampak dari perubahan lingkungan, merancang skenario kerja bagi pekerja secara remote, serta pembuatan skenario kerja.

perlu dilakukan untuk memilah dan mengantisipasi kondisi terburuk jika diberlakukannya lockdown, serta selalu memantau mengenai setiap kebijakan, baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap upaya penanganan COVID-19, sehingga perusahaan dapat melakukan adaptasi dan langkah antisipatif terhadap proses bisnis secara cepat dan tepat.

Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (2020), dijelaskan mengenai tahapan selanjutnya setelah melakukan identifikasi dan persiapan pada proses operasional perusahaan untuk meminimalisasi dampak Virus Corona, yaitu memastikan ketersediaan dukungan keberlangsungan proses bisnis atau layanan yang berkaitan dengan ketersediaan dukungan dari pemasok. Langkah tersebut di antaranya adalah:

  1. Melakukan penilaian mengenai rantai pasokan yang berkaitan dengan proses bisnis atau layanan organisasi yang berkaitan dengan kemungkinan dampak dan gangguan akibat keterlambatan pengiriman pasokan atau logistik, serta keterlambatan proses manufaktur akibat pandemi global Virus Corona.
  2. Melakukan komunikasi dengan pihak penyedia atau pemasok yang digunakan oleh suatu perusahaan atau organisasi yang mungkin dihadapi dalam kondisi terburuk akibat pandemi Virus Corona.
  3. Melakukan identifikasi potensi penyedia atau pemasok lain yang dapat mendukung proses operasional bisnis dan layanan perusahaan ketika terjadi gangguan.
  4. Melakukan komunikasi kepada pengguna atau konsumen mengenai keterbatasan yang dihadapi oleh perusahaan/organisasi serta menyampaikan langkah mitigasi yang akan dilakukan oleh perusahaan/organisasi tersebut (Safitri, 2020).

Tanggal 6 April 2020, menurut keterangan persnya, Achmad Ridwan Tantowi selaku Sekretaris Jenderal Indonesian Maritime, Transportation and Logistics Watch (Imlow) mengatakan “Dampak Covid-19, usaha angkutan barang maupun logistik, termasuk usaha pendukungnya seperti lahan yang digunakan sebagai lapangan/gudang yang terkait dalam kegiatan logistik serta untuk pool kendaraan angkutan barang, juga agar diberikan keringanan atau relaksasi hingga 75% terhadap kewajiban pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB)-nya,”. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan menurut beliau, pemberian stimulus untuk kegiatan angkutan barang dan logistik mesti mencakup semua aspek aktivitas lainnya karena kegiatan tersebut saling terhubung satu sama lain. Maka dari itu, dibutuhkan keberpihakan pemerintah guna memberikan stimulus usaha tersebut agar tetap bisa berjalan.

[Hubungi kami untuk mendapatkan bacaan selengkapnya]

Isu Awal Pandemi COVID-19: Pembelian ‘Panik’ dan Kekurangan Bahan Baku

MLRP Update Friday, 11 September 2020

COVID-19 dan Indonesia: Dan Kisahnya Dimulai

Seluruh masyarakat dunia tengah memerangi pandemi COVID-19. Virus ini muncul pertama kali di China mulai dari akhir tahun 2019, dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Dampak pandemi COVID-19 tidak hanya dirasakan pada sektor kesehatan, tetapi juga dirasakan pada sektor ekonomi. Apabila tidak ada tindakan pencegahan segera, maka akan berdampak pada sosial-ekonomi yang sangat luas. Misalnya, dalam hal perdagangan, pariwisata, pasar saham, rantai pasokan dan semua aspek kehidupan manusia di seluruh dunia. Disrupsi yang dihadapi pada rantai pasokan secara signifikan, misalnya perusahaan-perusahaan barat menghadapi kehabisan stok dan kekurangan bahan baku penting. Sistem pangan yang terus berubah dan relatif bergantung pada berbagai pelaku dalam satu sistem otomatis berubah.

Berbeda dengan SARS yang awalnya ditutupi, COVID-19 penangannya lebih cepat (O’Byrne, 2020). Hal ini dibuktikan dengan beberapa negara terdampak segera melakukan penguncian atau lockdown untuk meminimalkan penyebaran COVID-19. Diawali oleh China, melakukan lockdown pada tanggal 23 Januari 2020, disusul oleh Italia, Denmark, Polandia, Spanyol, Belanda, dan Prancis pada tanggal 16 Maret 2020 (WHO, 2020). Khususnya, sebagian besar pabrik di China melakukan lockdown untuk menahan semakin luasnya penyebaran virus ini.

Pada konteks internasional, terjadi kekurangan bahan baku besar-besaran akibat rantai pasokan yang terganggu. Sebagai contoh, Food and Drug Administration melaporkan bahwa pertama kali mengalami kekurangan pada salah satu obat mereka, terjadi juga pada kurang lebih 63 produsen di China yang memasok perangkat medis (Warzel, 2020). Lebih jauh di Afrika Timur, terdapat empat kapal China belum mendarat di Pelabuhan Mombasa pada bulan Januari dan Februari 2020. Hal ini mengakibatkan sebanyak delapan pengiriman gagal di awal bulan Maret 2020 dan mengganggu rantai pasokan (Anyanzwa dan Olingo, 2020). Sama halnya di Asia Tenggara, produsen mengalami disrupsi besar karena penyebaran COVID-19. Sebagai contoh, lebih dari 1.000 pekerja di-PHK dari pabrik garmen di Myanmar. Pabrik garmen ini ditutup karena kekurangan bahan baku yang berasal dari China (Chua, 2020). Beberapa contoh tersebut menunjukkan bahwa pembatasan pergerakan atau lockdown di China memengaruhi rantai pasokan global. Berikut hasil pencarian berita dengan kata kunci ”coronavirus supply chain” dengan rentang waktu tanggal 1 sampai 31 Maret 2020.

Pembelian ‘Panik’: Awal Maret 2020

Pada awal bulan Maret, terjadi panjangnya antrian, rendahnya persediaan, lamanya waktu tunggu, dan berbagai kekacauan lainnya terjadi di hampir seluruh negara. Pertama, peralatan atau barang yang dicari stoknya sedikit, seperti makanan yang tidak mudah busuk, disinfektan, air mineral botolan dan kertas toilet, hand sanitizer, dan lain-lain. Contohnya di Amerika Serikat, supermarket “diserang” konsumen yang panic buying membeli hingga delapan galon air mineral, dan 20 jenis sayuran (Telford dan Bhattarai, 2020). Dalam hal ini, poin kepercayaan menjadi relevan untuk memastikan kepercayaan publik terhadap penyedia barang dan makanan. Jika ada kurangnya kepercayaan publik terhadap sistem pangan, maka yang terjadi adalah kecemasan. Kecemasan di sekitar pasokan makanan menciptakan badai yang sempurna dan mengakibatkan panic buying tersebut (Telford dan Bhattarai, 2020). Kedua, pandemi Covid-19 juga menghantam ekonomi Jerman sehingga membahayakan rantai pasokan. Pengiriman lewat laut dari China sampai memakan waktu hingga enam minggu (Nienaber, 2020). Ketiga, Amazon melaporkan bahwa mereka mengalami keterlambatan pengiriman dan kehabisan stok pada beberapa produk yang sangat diminati (Amazon, 2020). Hal ini terjadi karena tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan jumlah tenaga kerja. Dapat disimpulkan bahwa awal bulan Maret 2020 menjadi awal era disrupsi pada rantai pasokan, karena perusahaan banyak kekurangan bahan pangan sekaligus bahan medis dimana-mana.

[Hubungi kami untuk mendapatkan bacaan selengkapnya]

Serangan Coronavirus: Kejutan Tak Terduga

MLRP Update Friday, 11 September 2020

Kejutan Tahun Baru

Pada 31 Desember 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Tiongkok menerima laporan 29 kasus pneumonia etiologi yang tidak diketahui di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok (ECDC, 2020). Dilansir event background yang dirilis oleh ECDC, kasus-kasus tersebut dipercaya terkait dengan pasar makanan laut Huanan di mana unggas hidup dan hewan liar juga dijual. Disangka menjadi pusat penyebaran kasus infeksi tersbut, Pasar Huanan kemudian ditutup pada 1 Januari 2020. Pada 12 Januari 2020, virus ini kemudian diidentifikasi sebagai novel coronavirus (SARS-CoV-2). Meski berasal dari family virus yang sama, yaitu coronavirus, SARS-CoV-2 ini berbeda dari SARS dan MERS yang juga sempat mewabah.

Karakteristik utama virus ini adalah daya transmisinya yang sangat cepat. Sampai dengan tanggal 24 Januari 2020, kasus konfirmasi akibat infeksi virus ini mencapai lebih dari 500 kasus di Provinsi Hubei dan 800 kasus secara nasional Tiongkok (BBC News, 2020). Angka ini mencapai 7.711 kasus terkonfirmasi pada akhir Januari 2020 (BBC News, 2020).

Gambar 1. Peta Sebaran Kasus Konfirmasi Nasional Tiongkok (Sumber: BBC News)

Transmisi Pesat dan Darurat Kesehatan Global

Pada 20 Januari 2020, ilmuwan ahli yang mewakili pemerintah Tiongkok mengatakan bahwa dari pola infeksi virus, penyakit ini menyebar dari orang ke orang (Hernández & Ramzy, 2020). Hal ini disusul dengan konfirmasi sejumlah kecil kasus yang ditemukan di luar Tiongkok, seperti di Thailand, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, Vietnam dan Singapura (BBC News, 2020). Dari riwayat perjalanan yang dibagikan, seluruhnya dikonfirmasi sebagai kasus yang berasal dari Tiongkok.

Pada 23 Januari 2020, Pemerintah Tiongkok memutuskan pemberlakuan karantina wilayah untuk kota Wuhan. Segala bentuk perjalanan keluar dilarang dan pergerakan di dalam kota dibatasi secara maksimal. Hal ini merupakan upaya untuk mencegah penyebaran virus yang lebih luas (BBC News, 2020). Kebijakan pembatasan pergerakan ini kemudian meluas ke kota-kota lainnya. Akibatnya, libur panjang ditetapkan di Tiongkok untuk meminimalisir kegiatan dan pergerakan, termasuk pembatalan segala bentuk festival atau perayaan Tahun Baru Tiongkok.

Dilansir dari event background ECDC, kasus pertama infeksi coronavirus di luar Asia yang dilaporkan berasal dari Amerika Serikat pada tanggal 21 Januari 2020, Perancis pada tanggal 24 Januari 2020, disusul oleh Jerman pada 28 Januari 2020. Seluruh kasus tersebut memiliki keterkaitan dengan perjalanan ke Tiongkok. Oleh karena itu, Amerika Serikat mengeluarkan larangan perjalanan ke Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada tanggal 23 Januari 2020 (Martín & Forgione, 2020).

Meski pada 23 Januari 2020 WHO menyatakan bahwa infeksi akibat coronavirus ini “bukan global emergency“, pada 31 Januari 2020 WHO memberikan keputusan terbaru dengan mendeklarasikan infeksi akibat novel coronavirus ini sebagai darurat kesehatan global (BBC News, 2020) karena transmisinya yang begitu cepat. Menyusul hal tersebut, Amerika Serikat mengeluarkan perluasan larangan perjalanan menjadi ke seluruh Tiongkok (BBC News, 2020). Larangan perjalanan yang sama kemudian juga ditetapkan oleh berbagai negara lainnya.

[Unduh dokumen untuk bacaan selengkapnya]

12

Postingan Terbaru

  • OPSID X MLRP: Predicting circular economy practices of Small-Medium Enterprises (SMEs) in Indonesia: the role of supply chain finance and business survivability
  • BK MLRP X Ekonomi Sirkular ID: Peran Sonjo Dalam Darurat Sampah Jogja
  • Kondisi Logistik Indonesia 2023: Tantangan yang Dihadapi dan Upaya Peningkatan
  • Ketahanan dan Integrasi Rantai Pasok: Konsolidasi Jasa Pengiriman dan Logistik FedEx
  • Bagaimana ChatGPT Meningkatkan Efisiensi Rantai Pasok di Masa Depan?
Universitas Gadjah Mada

Gedung Pertamina Tower Lt. 4, Jl. Sosio Humaniora No. 1, Bulaksumur

(0274) 548510

mlrp.feb@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY