Pariwisata dan transportasi merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Transportasi merupakan salah satu pilar utama keberlanjutan pariwisata. Ketika pandemi coronavirus disease (COVID-19) melanda dan meruntuhkan sektor pariwisata, sektor transportasi juga tidak luput dari imbasnya. Selain akibat penyebaran COVID-19, imbas terbesar yang diterima kedua sektor ini tidak lain adalah akibat kebijakan darurat seperti pembatasan pergerakan dan karantina wilayah atau lockdown yang diambil pemerintah setempat. Meskipun saat ini kebijakan-kebijakan darurat tersebut sedikit demi sedikit sudah mulai diangkat, industri pariwisata tidak serta merta dapat kembali ke kondisi normal seperti sebelum pandemi.
Sebagaimana yang diketahui, pandemi COVID-19 masih berlangsung, sehingga tujuan utama dari penarikan kebijakan-kebijakan darurat tersebut bukanlah untuk membuka kembali kesempatan untuk berwisata secara bebas, melainkan sebagai stimulus agar roda perekonomian yang bergantung dari adanya perpindahan dan pergerakan dapat pulih. Hal ini tentu membuat negara-negara yang sebelumnya cukup bergantung pada industri pariwisata, seperti Indonesia, harus memutar otak agar industri pariwisata dapat bangkit kembali tanpa mengorbankan keselamatan dan kesehatan stakeholder pariwisata, mulai dari wisatawan hingga penyedia atau pengelola destinasi pariwisata.
Upaya pemulihan industri pariwisata harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Hingga saat ini banyak usulan sedang digodok pemerintah berbagai negara demi bisa mewujudkan pariwisata yang aman. Salah satu sektor yang disorot dalam upaya pemulihan industri pariwisata adalah transportasi. Sebagai faktor kunci dalam pergerakan wisatawan dan pasokan pariwisata, transformasi transportasi selama dan setelah pandemi COVID-19 harus dirancang dengan matang. Budd dan Ison (2020) menawarkan konsep bernama Responsible Transport, istilah baru yang didefinisikan sebagai transportasi yang memberikan mobilitas yang aman, terjamin, dan adil yang mengedepankan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan sebagai inti dari kebijakan, perencanaan, dan pengoperasian transportasi pasca COVID-19.