Apa itu deglobalisasi?
Secara sederhana, deglobalisasi merupakan antitesis dari globalisasi. Jika globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya (Al-Rodhan, 2006), maka deglobalisasi merupakan kebalikannya. Pertanyaannya, apakah ini merupakan hal yang buruk dan berbau negatif? Bagaimana keberlanjutan kegiatan rantai pasokan global jika deglobalisasi terjadi di seluruh dunia? Apakah sistem rantai pasokan yang dibangun selama ini akan runtuh begitu saja seakan-akan tidak berarti dan sia-sia belaka? Tulisan kali ini akan mencoba untuk sedikit membahas mengenai deglobalisasi secara garis besar dan bagaimana implikasinya terhadap praktik rantai pasokan.
Istilah deglobalisasi pertama kali digunakan oleh Walden Bello dalam tulisannya yang berjudul Deglobalization – Ideas for a New World Economy (2005). Bello (2005) menjelaskan deglobalisasi sebagai proses yang akan sepenuhnya mengubah model tata kelola ekonomi global yang ada. Ini juga didukung oleh pendapat beberapa penulis seperti Frankel (2000), James (2001, 2017), Baldwin dan Martin (1999), Williamson (2002), Obstfeld dan Taylor (2002), Sachs dan Warner (1995), dan Taylor (1996) yang mengemukakan bahwa globalisasi ekonomi itu sendiri pada hakikatnya merupakan proses sementara.
Umumnya, globalisasi ekonomi didefinisikan sebagai proses integrasi pasar barang, tenaga kerja, dan modal internasional yang memiliki kekuatan pembangunan paling signifikan pada paruh kedua abad ke-20 (Stanojevic dan Zakic, 2020). Kemudian globalisasi tersebut berkembang pada tiga tingkat yang saling bergantung, yaitu perdagangan internasional, investasi internasional, dan produksi internasional. Globalisasi ekonomi memungkinkan terjadinya globalisasi pada semua lini, sementara salah satu yang terpenting terletak pada rantai pasokan (Stanojevic dan Zakic, 2020).