Dengan pandemi coronavirus disease (COVID-19) yang masih menjadi perhatian utama, strategi ketahanan (resilience) masih akan menjadi fokus utama, termasuk untuk rantai pasokan. Namun pada kenyataannya, harus ada keseimbangan antara resilience (ketahanan), agility (kelincahan), sustainability (keberlanjutan), continuity (kontinuitas), cost (biaya), dan efficiency (efisiensi). Penekanan berlebihan pada satu filosofi sama saja artinya membuat perusahaan rentan terhadap risiko kehilangan yang besar ketika waktu dan situasi lingkungan bisnis menuntut adanya respon perubahan yang cepat. Ini merupakan salah satu prinsip utama yang harus dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan strategi rantai pasokan. Dapat dikatakan, hal ini juga merupakan pelajaran utama yang harus benar-benar direnungkan oleh industri rantai pasokan dari pandemi COVID-19.
April
SME Competitiveness Outlook 2020 merupakan hasil analisis dampak pandemi coronavirus disease (COVID-19) pada perusahaan kecil, rantai pasokan internasional, dan perdagangan yang dilakukan oleh International Trade Center (ITC). Isi laporan ini memberikan proyeksi dan rencana aksi untuk bisnis, pembuat kebijakan, dan organisasi pendukung bisnis untuk mengatasi krisis dengan bersiap untuk ‘normal baru’ yang mengharuskan perusahaan menjadi tangguh, digital, inklusif, dan berkelanjutan.
Pandemi COVID-19 telah sangat mengganggu rantai pasokan dan para pemangku kepentingan telah menyatakan keprihatinan tentang implikasi jangka panjang dari pergolakan ini. Dampak pandemi telah mendorong diskusi tentang bagaimana membuat rantai pasokan lebih tangguh, dengan solusi yang diusulkan termasuk manajemen risiko rantai pasokan yang komprehensif, diversifikasi pasar akhir, dan diversifikasi sumber masukan. Tujuannya adalah untuk memastikan peserta rantai pasokan lain dapat terus berproduksi untuk pasar, bahkan ketika salah satu pembeli atau pemasok terkena dampak krisis.
Di awal tahun 2020, sustainability menjadi salah satu topik terhangat di bidang logistik.
“One principle of sustainability will always ring true—wasting less means spending less.“
(Satu prinsip keberlanjutan akan selalu benar — membuang lebih sedikit berarti menghabiskan lebih sedikit.)
Pembicaraan seputar praktik bisnis berkelanjutan biasanya berkisar pada dampak lingkungan. Konsumen dan pemangku kepentingan sama-sama memberikan perhatian lebih terhadap dampak lingkungan dari perusahaan yang mereka dukung dan tempat mereka berinvestasi. Penilaian tersebut kemudian diwujudkan melalui kebijakan rantai pasokan perusahaan.
Seiring berlarut-larutnya pandemi,
“COVID-19 is testing the quality of supply chains”
(COVID-19 sedang menguji kualitas rantai pasokan)
menjadi pesan yang sering kita dengar, baca, bahkan saksikan sendiri buktinya.
Rantai pasokan memang erat kaitannya dengan kompleksitas dan tantangan. Selama beberapa dekade sebelum pandemi melanda, bisnis dan manufaktur dibangun untuk berfokus penuh pada aspek “optimalisasi”. Prinsip-prinsip efisiensi ekonomi diterapkan di setiap tahapan, mulai dari perencanaan, pengadaan, perakitan, hingga pengiriman bahan baku, suku cadang, dan barang jadi. Hal ini berujung pada lahirnya sistem operasi just-in-time dengan tingkat inventaris rendah, serta waktu pengiriman, penjadwalan logistik dan urutan bongkar muat yang tepat (Hasan, 2020). Jika ditilik kembali, kunci kesuksesan sistem ini terletak pada “prediksi yang tepat”.
Apa itu deglobalisasi?
Secara sederhana, deglobalisasi merupakan antitesis dari globalisasi. Jika globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya (Al-Rodhan, 2006), maka deglobalisasi merupakan kebalikannya. Pertanyaannya, apakah ini merupakan hal yang buruk dan berbau negatif? Bagaimana keberlanjutan kegiatan rantai pasokan global jika deglobalisasi terjadi di seluruh dunia? Apakah sistem rantai pasokan yang dibangun selama ini akan runtuh begitu saja seakan-akan tidak berarti dan sia-sia belaka? Tulisan kali ini akan mencoba untuk sedikit membahas mengenai deglobalisasi secara garis besar dan bagaimana implikasinya terhadap praktik rantai pasokan.