Tourism Supply Chain Management (selanjutnya akan disingkat TSCM), menurut para ahli, didefinisikan sebagai rantai yang terdiri dari pemasok semua barang dan jasa, yang masuk ke pengiriman produk wisata kepada konsumen akhir. TSCM melibatkan berbagai macam pelaku pariwisata. Kemudian, tidak dapat dihindari bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan Indonesia yang terus berkembang selama tiga tahun terakhir (2016-2019). Kedatangan wisatawan internasional di seluruh dunia tumbuh 4% pada 2019 hingga mencapai 1,5 miliar (UNWTO, 2019). Dari data yang diperoleh, infrastruktur pariwisata, khususnya Indonesia, sedang “dipersiapkan” sebaik mungkin untuk dapat menyaingi negara-negara Asia Tenggara dengan pariwisata terbaik, seperti Thailand, Singapura, dan lain-lain. Namun, tahun 2020 terjadilah sesuatu yang tidak diharapkan sebelumnya, yaitu pandemi COVID-19. Lalu bagaimana “nasib” TSCM kedepannya?
November
Riset mengenai Manajemen Logistik dan Rantai Pasokan (MLRP) selalu tumbuh dan berkembang hingga saat ini, akan tetapi tetap menarik untuk dibahas karena lingkungan dalam kegiatan bisnis juga terus berubah dan berkembang. Meskipun telah banyak riset yang dilakukan sebelumnya, hal ini ternyata tidak menjadikan topik MLRP menjadi ranum, hal ini disebabkan oleh tantangan-tantangan yang memberikan dampak ketidakpastian, baik di lapangan maupun secara konsep. Tantangan-tantangan tersebut menyebabkan lingkungan bisnis menjadi semakin dinamis dan akhirnya memicu keinginan dalam menemukan solusi terbaik demi memaksimalkan, mencapai efektifitas dan efisiensi kegiatan bisnis terutama pada aspek rantai pasokan, yang kemudian menjadi pemicu para akademisi dan praktisi untuk tidak berhenti melakukan riset dan pengembangan baik untuk menguji hal yang telah ada atau mengeksplorasi hal baru pada setiap isu yang berhubungan dengan MLRP.
COVID-19 dan rantai pasokan.
Seperti yang kita semua tahu, guncangan yang dibawa oleh COVID-19 sangatlah parah untuk rantai pasokan dunia. Di tengah guncangan besar ini, “resilience” menjadi topik yang hangat didiskusikan, baik itu sebagai aspek penting yang ‘dilupakan’ banyak organisasi dunia ketika membangun strategi rantai pasokan mereka, maupun sebagai aspek penting dalam pengembangan strategi dan infrastruktur pemulihan rantai pasokan seluruh organisasi di dunia.
Nyatanya, membangun resilience atau ketahanan memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Tidak banyak organisasi yang mampu mengamankan jaringan pasokannya tanpa terguncang oleh COVID-19. Namun, Flex menjadi salah satu perusahaan elektronik dunia, yang memiliki 10.000 vendor produksi di China, yang mampu melakukannya. Di saat COVID-19 masih menjadi epidemi di China, Flex dengan sigap mengambil langkah-langkah preventif yang memperhitungkan kemungkinan dampak terburuk yang akan dialami jika COVID-19 menjadi pandemi dan menyebar ke seluruh dunia.